29 April 2017

Saudaraku, Tetanggaku

www.pixabay.com


Kehidupan di kota Metropolitan memang sangat berbeda sekali dengan kehidupan di kota kecil atau kota provinsi. Setiap individu di Jakarta seperti tidak punya waktu atau takut kehilangan waktu. Sampai untuk kehidupan sosial pun agak diabaikan. Tidak mengenal tetangga kanan kirinya itu sudah sangat lumrah di Jakarta. 

 Kondisi ini memang sangat berbeda dengan kehidupan di Semarang tempat kelahiranku. Semarang memang belum seramai saat aku dilahirkan. Walalupun tempat tinggalku ditengah kota, tetapi tetanggaku itu saling mengenal satu sama lainnya. Bukan Cuma mengenal, tapi hubungan tetangga sangat akrab. Mereka yang statusnya ibu dan ayah, saling berkumpul satu sama lain dan berinteraksi setiap minggu. Ngrobol ringan, atau bahkan sekali-kali mengajak liburan secara rombongan .

 Liburan yang dinantikan oleh rombongan tetangga sangat dinantikan. Anak-anak pun ikut diajak berlibur. Anak-anak yang seusianya sangat senang mendapat teman berlibur. Main “prosotan”, petak umpat , berkejaran jadi keasyikan yang kami nikmati secara bersama. Meskipun aku bersaudara berdua dengan kakak, dimana usia yang sangat jauh berbeda, 11 tahun. Aku tak pernah merasakan kesepian atau kehilangan saudara ketika kakak ku per kuliah jauh di luar kota. Kami berlima , 2 orang perempuan dan 3 orang lelaki dengan usia yang sebaya, saling main di salah satu rumah dari kami. 

Liburan kami selalu pergi bersama-sama, entah itu hanya di rumah atau pergi ke tempat museum atau tempat makanan. Rasanya hubungan kami begitu harmonisnya. Di saat kami berkumpul bersama, ada beberapa orangtua yang sangat tertarik dengan keakraban kami. Mereka menanyakan kepada kami, apakah kami bersaudara? Jawaban serentak disampaikan: “Tidak”. Mereka sangat heran dan merasa tidak paham kenapa kami bisa begitu akrab jika bukan bersaudara. Kami bisa akrab karena orangtua kami selalu menganjurkan kami untuk hidup rukun dengan tetangga. 

Tetangga merupakan saudara terdekat. Jika terjadi kesulitan atau kesusahan, tetanggalah yang paling dapat menolongnya. Saudara sendiri belum tentu dapat menolong karena mereka jauh tempat tinggalnya atau jauh untuk berkomunikasi (saat itu belum ada HP yang dengan mudah dapat berkomunikasi). 

Sosial interaksi yang terjalin begitu efektifnya sehingga ketika kami harus berpisah satu sama lainnya karena ada yang pindah ke luar kota atau pindah tempat sangat terasa kepedihannya. Hanya kenangan manis yang kami rasakan ketika kami bertemu lagi di saat satu sama lain telah mempunyai kehidpan yang lainnya. Bahkan kami terpisah karena sudah ada yang meninggal, ada yang berada di luar negeri dan ada yang kehidupan sosialnya sangat berubah karena setelah pernikahan .

 Pergeseran kehidupan kota membuat hilangnya keharmonisan kehidupan bertetangga yang harmonis. Ada nilai-nilai lama yang ditinggalkan dan digantikan dengan individualis. Namun, banyak diantara mereka yang rindu dengan nilai-nilai keharnomnisan bertetangga itu dibangun kembali dengan diadakan silahturahmi setiap tahun atau paling sedikit 1 atau 2 bulan sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...