2 Mei 2017

Cerita Duka dan Inspirastif dari Kepala Sekolah

pixabay.com


Dari sekian banyak guru mulai dari SD, SMP, sampai SMA, sampai kuliah hanya dua orang Kepala Sekolah SMA dan LPK Tarakanita yang saya ingat. 

Apakah ingatan ini disebut dengan inspirasi? Saya sendiri tidak paham. Yang jelas saya lebih mengingat seseorang karena kebaikannya dan kejahatannya. Jadi keduanya memiliki nilai yang sama bagi saya. Yang baik tentu saja sangat inspiratif untuk menjadi teladan bagi kehidupan saya selanjutnya. Tapi yang tidak baik pun jadi pelajaran bagi saya untuk tidak melakukan apa yang dilakukan sebagai seorang pendidik. 

 Dimulai dengan KEpala sekolah saya di SMA, sebut saja namanya Suster X. Kenapa suster? Karena beliau adalah biarawati yang tugasnya untuk mengepalai Sekolah Menengah Atas di tempat saya belajar. Suster X sebagai kepala sekolah punya wewenang besar untuk memutuskan dalam hal administrasi, hal penggantian guru, komplain murid karena guru. Saat itu tidak ada guru pembimbing atau penyuluh yang menjalin komunikasi kami (murid ) dengan guru jika terjadi hambatan atau keluhan. 

Telah dikenal cukup lama  sebagai “suster killer” karena begitu galaknya tanpa pertimbangan matang, semua orang dianggap salah jika mengadu kepadanya. Saya pikir “Ach mungkin  itu adalah pemikiran atau persepsi orang saja!”.

 Ternyata, hal itu menjadi bukti bahwa saya harus menghadapi Suster X karena masalah kenaikan uang sekolah yang tiap semester naik tak terkendali. Sebagai anak pensiunan, saya pun terpaksa harus menghadap kepada suster X dan beberapa panelis untuk meminta keringanan kenaikan. Begitu masuk dalam ruangan, suasana tegang terasa. Saya yang tadinya tidak takut, kok rasanya gementar juga. Belum lagi melihat angkernya muka suster X. 

Menjelaskan kondisi keuangan yang sesungguhnya pada orangtua saya, tiba-tiba terdengar suara menggelegar keras: “Stop. Itu alasan klasik!” Jika semua anak bilang orangtuanya sudah pensiun, kenapa dia bisa buat anak tapi tidak bisa menyekolahkan anak!” Rasanya saya pengin sekali memaki-maki suster itu. Saya pergi dengan loyo dan marah. 

Sejak saat itu saya benar-benar tidak pernah menghormati apa yang diteriakkan oleh Suster saat dia berteriak di kelas kami karena kami sangat ramai tidak ada guru yang mengajar. Suatu pelajaran yang sangat penting, sesungguhnya saya tak boleh menghukum atau mengutuk orang yang jahat karena perbuataan yang jahat itu sepantasnya Tuhan sendiri yang menghukumnya. 

Apa yang saya yakin, ternyata terjadi. Setiap kali suster X pergi tugas ke luar kota, dia selalu mengalami kecelakaan .  Kecelakaannya pun sangat membahayakan nyawanya.  Dari patah kaki sampai masuk jurang.   Terakhir kalinya kecelakaan itu merenggut nyawanya. 

Cerita terakhir adalah Pimpinan Lembaga Tarakanita, yang semuanya mengenalnya dengan Suster Y. Semua anak pasti punya respect dengan Suster Y karena begitu disiplin dan komitmennya . Kata-katanya yang sangat tegas membuat semua mahasiswi yang ikut kuliah mata pelajarannya, langsung diam seribu bahasa tidak berkutik.

 Tidak berani memandang matanya yang sangat tajam melihat kita yang seolah-olah menantannya. Penerapan disiplin itu sangat terasa sekali, kami dibuatnya seperti anak kecil yang harus punya komitmen belajar dengan displin dank eras. Tapi itulah caranya untuk mensukseskan semua mahasiswi jika ingin sukses bekerja di luar. Ketika beliau sakit dan pulang ke Holland,s emua alumni mendoakan dengan tekun agar beliau dapat sehat kembali dan bisa kembali ke Indonesia. Sayang, Tuhan sudah memanggilnya kepangkuanNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...